Selasa, 03 Juni 2014

Contoh Artikel Ilmiah Kesehatan

AKADEMI KEBIDANAN PRIMA INDONESIA
KTI, April 2012

Nur Rachmatur Rauufah

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN BBLR DI RSUD KABUPATEN BEKASI TAHUN 2011

xviii + 74 Halaman + 15 Tabel + 1 Bagan + 5 Lampiran

ABSTRAK
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007), Angka Kematian Neonatal (0-18 hari) di Indonesia sebesar 19 kematian/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (0-12 bulan) sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (0-60 bulan) sebesar 44 kematian/1000 kelahiran hidup. Proporsi penyebab kematian Bayi baru lahir usia 0-6 hari yaitu gangguan pernapasan 37%, prematuritas 34%, sepsis 12 %, hipotermi 7%, kelainan darah/ ikterus 6%, post matur 3% dan kelainan kongenital 1% . Proporsi penyebab kematian bayi baru lahir 7-28 hari (Neonatal) yaitu sepsis 20,5%, kelainan kongenital 19%, pneumonia 17%, RDS 14 %, prematuritas 14%, ikterus 3%, cedera lahir 3%, tetanus 3%, defisiensi nutrisi 3%, SIDS 3%. (Sumber: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas tahun 2007) (dr.Awi Muliadi Wijaya,MKM, 2011).
Terjadinya BBLR itu sendiri dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti, Faktor ibu yaitu gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah dll). Faktor pekerjaan yang terlalu berat. Faktor kehamilan yaitu hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil (pre-eklamsi atau eklamsi, ketuban pecah dini). Faktor janin yaitu cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan berbagai faktor yang masih belum diketahui (Manuaba, IBG 2010 hal: 436).
Rancangan dalam penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Variabel terdiri dari variabel dependen yaitu kejadian BBLR, dan independen variabel umur ibu, paritas, jarak kehamilan, frekuensi kunjungan ANC, kadar Hb dan riwayat penyakit. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 171 bayi yang terdiri dari 57 bayi yang BBLR dan 114 bayi yang tidak BBLR. Jumlah sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sampel dua proporsi untuk pengujian hipotesis. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat dengan pendekatan chi-square, selain itu dihitung pula nilai odds ratio (OR) untuk memprediksi faktor resiko.
Dari enam independen yang diteliti : variabel umur ibu mendapatkan nilai p = 0,401 OR = 0,670 (95% CI : 0,307-1,459), variabel paritas mendapatkan nilai p = 0,871 OR = 1,111 (95% CI : 0,588-2,100) , variabel jarak kehamilan mendapatkan nilai p = 0,183 OR = 2,565 (95% CI : 0,748-8,797) , variabel frekuensi kunjungan ANC mendapatkan nilai p = 0,786 OR = 0,868 (95% CI : 0,459-1,643) , variabel kadar Hb mendapatkan nilai p = 0,072 OR = 0,361 (95% CI : 0,130-1,002) dan variabel riwayat penyakit mendapatkan nilai p = 0,335 OR = 3,111 (95% CI : 0,505-19,171 ).
            Disarankan kepada ibu-ibu hamil agar merencanakan kehamilannya pada umur ibu < 35 tahun, merencanakan jumlah anak maksimal 2 anak. Jarak kehamilan > 2 tahun, melakukan kunjungan anc lebih dari 4 kali kunjungan atau minimal 4 kali kunjungan sesuai dengan yang telah ditetapkan WHO, disarankan pula kepada ibu hamil. Disarankan kepada ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit untuk selalu mengontrol keadaan kesehatannya ke tenaga kesehatan.
Kata kunci : bblr, kejadian bblr.
Kepustakaan : 30 (1997 – 2012)




BAB I
PENDAHULUAN


1.1.            Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan masalah besar di negara berkembang dan biasanya kematian pada saat proses persalinan menjadi faktor utama terjadinya AKI dan AKB tersebut. Angka kematian bayi di Indonesia sendiri masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainya, Negara Indonesia menduduki rangking ke-6 dalam urutan di ASEAN. Indonesia menduduki rangking ke-6 setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000). (Artikel: Anonim, 2011).
Dalam hal ini, hampir semua negara anggota telah berupaya menurunkan kematian ibu dan anak dengan meningkatkan penyediaan pelayanan kelahiran oleh tenaga kesehatan terampil. Namun demikian, semua negara masih harus bekerja keras untuk mewujudkan akses universal pelayanan persalinan berkualitas oleh tenaga kesehatan terampil supaya bisa mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs), menurunkan separuh angka kematian ibu dan anak tahun 1990 menjadi berkurang di tahun 2015 (Anonim, 2008). Target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 23 per 1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian balita dan 17 per 1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi (Artikel: Anonim, 2011).
Masalah yang dihadapi Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yaitu, derajat kesehatan anak di Indonesia masih memprihatinkan, dilihat masih tingginya angka kematian dan kesakitan anak. Indikator-indikator untuk mengukur derajat kesehatan adalah angka kematian bayi, angka kematian balita, angka kesakitan, angka kecelakaan anak, serta status gizi anak. Salah satu kegunaan indikator derajat kesehatan adalah untuk memantau dan hasil upaya kesehatan. Dengan adanya indikator tersebut kita dapat menilai seberapa jauh derajat kesehatan telah meningkat (Artikel: Ryan, 2012).
Dalam rangka Peringatan 100 Tahun Boedi Oetomo, di Gedung Auditorium Fakultas Kedokteran UGM Sabtu (24/5/2009) Menteri Kesehatan RI Dr. Siti Fadilah Supari mengatakan Departemen Kesehatan Indonesia menargetkan pengurangan angka kematian ibu dari 26,9 persen menjadi 26 persen per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi berkurang dari 248 menjadi 206 per 100 ribu kelahiran yang dicapai pada tahun 2009 sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata 70,6 tahun (Artikel: Gusti, 2008).
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007), Angka Kematian Neonatal (0-18 hari) di Indonesia sebesar 19 kematian/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (0-12 bulan) sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita (0-60 bulan) sebesar 44 kematian/1000 kelahiran hidup. Proporsi penyebab kematian Bayi baru lahir usia 0-6 hari yaitu gangguan pernapasan 37%, prematuritas 34%, sepsis 12 %, hipotermi 7%, kelainan darah/ ikterus 6%, post matur 3% dan kelainan kongenital 1% . Proporsi penyebab kematian bayi baru lahir 7-28 hari (Neonatal) yaitu sepsis 20,5%, kelainan kongenital 19%, pneumonia 17%, RDS 14 %, prematuritas 14%, ikterus 3%, cedera lahir 3%, tetanus 3%, defisiensi nutrisi 3%, SIDS 3%. (Sumber: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas tahun 2007) (dr.Awi Muliadi Wijaya,MKM, 2011).
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung Tahun 2008, Kab. Bekasi yang memiliki luas wilayah 1273,88 km2 dengan 23 kecamatan, 122 desa, 65 kelurahan, dengan jumlah penduduk 2.032.008 pada tahun 2007 tertulis data dari 37 puskesmas di Kabupaten Bekasi terdapat 46.182 bayi dengan jumlah bayi yang lahir hidup ada 46.165 bayi dengan total BBLR  yang ditangani 261 bayi. Sedangkan berdasarkan pola penyakit penyebab kematian penderita rawat inap di rumah sakit umur 0-28 hari di provinsi jawa barat tahun 2007 yaitu pada bayi bblr sendiri ada 402 orang dengan presentase 11,25 % sedangkan pada umur 29 hari – kurang dari 1 tahun ada 18 kasus baru dengan presentase 1,44% (Depkes RI, 2008).
Terjadinya BBLR itu sendiri dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti, Faktor ibu yaitu gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu (hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah dll). Faktor pekerjaan yang terlalu berat. Faktor kehamilan yaitu hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil (pre-eklamsi atau eklamsi, ketuban pecah dini). Faktor janin yaitu cacat bawaan, infeksi dalam rahim dan berbagai faktor yang masih belum diketahui (Manuaba, IBG 2010 hal: 436).
Berdasarkan uraian diatas yang menyatakan bahwa masih tingginya angka kematian bayi yang disebabkan oleh BBLR dan dari beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa umur ibu, paritas, jarak kehamilan, frekuensi kunjungan ANC, kadar hemoglobin dan riwayat penyakit berhubungan dengan kejadian BBLR. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2011”.


BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1.BBLR
2.1.1.      Definisi BBLR
WHO (1961) mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan bayi prematur. (Rustam, 1998 hal 448).
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifuddin, 2006 hal: 376).
Istilah prematuritas telah diganti dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu karena usia kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun cukup bulan, atau karena kombinasi keduanya (Manuaba. I.B.G, 2010 hal 436).
Bayi prematur sedang (33-38 minggu) atau BBLR (1500- 2500 gram) dapat mempunyai masalah segera setelah lahir (Saifuddin, 2002 hal: M-123).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Anonim, 2008).

2.1.2.      Frekuensi
WHO pada tahun 2003 menyatakan bahwa setiap tahun diperkirakan neonatus yang lahir sekitar 20 juta adalah BBLR (Maryunani, 2009 hal: 23). Frekuensi BBLR di negara maju berkisar antara 3,6-10,8 %, di negara berkembang berkisar antara 10-43%. Rasio antara negara maju dan negara berkembang adalah 1: 4. (Rustam, 1998 hal 449).

2.1.3.      Prognosis BBLR
Kematian perinatal pada bayi berat lahir rendah 8 kali lebih besar dari bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan gangguan lainnya (Rustam, 1998 hal 450-451).

2.1.4.      Jenis dan Karakteristik BBLR
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam:
1.      Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500 – 2500 gram
2.      Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir <1500 gram
3.      Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir <1000
(Saifuddin, 2002 : 376).

Karakteristik Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah sebagai berikut:
a.       Berat kurang dari 2.500 gram
b.      Panjang badan kurang dari 45 cm
c.       Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d.      Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e.       Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
f.       Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tcgak
g.      Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang
h.      Otot hipotonik- lemah.
i.        Pernafasan tidak teratur dapat terjadi apneu (gagal nafas)
j.        Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut/ kaki fleksi-lurus
k.      Pernafasan sekitar 40- 50 kali per menit.
l.        Kepala tidak mampu tegak
m.    Frekuensi nadi 100-140 kali per menit.
(Manuaba. I.B.G, 2010 hal 438).

2.1.5.      Etiologi
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR, yaitu:
1.      Faktor ibu
a.       Gizi saat hamil yang kurang
b.      Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
c.       Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
d.      Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)
2.      Faktor pekerjaan yang terlalu berat
3.      Faktor kehamilan
a.       Hamil dengan hidramnion
b.      Hamil ganda
c.       Perdarahan antepartum
d.      Komplikasi hamil : pre-eklamsi atau eklamsi, ketuban pecah dini
4.      Faktor janin
a.       Cacat bawaan
b.      Infeksi dalam rahim
5.      ­Faktor yang masih belum diketahui
(Manuaba, IBG 2010 hal: 436)

2.1.6.      Diagnosis dan Gejala Klinik
1.      Sebelum bayi lahir
a.       Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus dan lahir mati.
b.      Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
c.       Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
d.      Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya.
e.       Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia gravidarum, atau perdarahan antepartum.

2.      Setelah Bayi Lahir
a.       Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin.
Secara klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda-tanda bayi ini adalah tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, verniks kaseosa sedikit atau tidak ada, kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat. Abdomen cekung atau rata, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tali pusat tipis, lembek dan berwarna kehijauan.
b.      Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu.
Verniks kaseosa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti boneka (doll-like), abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot hipotoni, dan kulit tipis, merah dan transparan.
c.       Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin.
d.      Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, karena itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi, dan sebagainya. Pada bayi kecil untuk masa kehamilan (small for date) alat-alat dalam tubuh lebih berkembang dibandingkan dengan bayi prematur berat  badan sama, karena itu akan lebih mudah hidup di luar rahim, namun tetap lebih peka terhadap infeksi dan hipotermi dibandingkan bayi matur dengan berat badan normal.
(Rustam, 1998 hal 449-450).

2.1.7.      Masalah-Masalah pada BBLR
Masalah yang terjadi pada bayi berat lahir rendah (BBLR) terutama yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Masalah-masalah yang muncul pada bayi BBLR adalah sebagai berikut:
1.      Sistem Pernafasan
a.       Pusat pengatur pernafasan belum sempuma
b.      Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
c.       Otot pernafasan dan tulang iga lemah
d.      Dapat disertai penyakit: penyakit hialin membran, rentan mengalami infeksi paru-paru, gagal pernafasan.
(Manuaba, IBG 2010 hal: 437).

2.      Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)
Bayi dengn BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan syaraf pusat. Hal ini disebabkan antara lain:
-          Perdarahan intrakranial karena pembuluh darah yang rapuh,
-          Trauma lahir
-          Perubahan proses koagulasi
-          Hipoksia dan hipoglikemia
Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada sistem susunan syaraf pusat (SSP) yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi/iskemia.

3.      Sistem Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan atau kelainan janin, yaitu Patent Ductus Arteriosus, yang merupakan akibat dari gangguan adaptasi dan kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterine berupa keterlambatan penutupan ductus arteriosus. Terdapat beberapa faktor yang memperlambat penutupan ductus arteriosus, antara lain berupa: kurangnya otot polos pembuluh darah, rendahnya kadar oksigen darah dan rendahnya kadar oksigen darah pada bayi BBLR.

4.      Sistem Gastrointestinal / Organ Pencernaan Makanan
Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya saluran pencernaannya belum berfungsi seperti pada bayi yang cukup bulan. Hal ini diakibatkan antara lain karena tidak adanya koordinasi menghisap dan menelan sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan beberapa nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, waktu pengosongan lambung yang lambat dan penurunan/tidak adanya motilitas, dan meningkatkan resiko NEC (Netrikans Entero Colitis).

5.      Hati yang Belum Matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning) sampai ke ikterus.
            (Manuaba, IBG 2010 hal: 437).

6.      Sistem Termoregulasi / Suhu Tubuh
Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang disebabkan antara lain:
a.    Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat badan lebih  besar (permukaan tubuh bayi yang relative luas)
b.    Lemak kulit dan lemak cokelat kurang sehingga cepat kehilangan panas tubuh.
c.    Kekurangan oksigen yang dapat berpengaruh pada penggunaan kalori.
d.   Otot bayi masih lemah/ tidak memadainya aktifitas otot.
e.    Ketidakmatangan pusat pengaturan suhu di otak
f.     Tidak adanya refleks kontrol daari pembuluh darah kapiler kulit.
g.    Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan BBLR perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas tubuh dan dapat dipertahankankan sekitar Suhu 36ĀŗC (98 ĀŗF) sampai 37ĀŗC.

7.      Sistem Hematologi
Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi bila dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Penyebabnya antara lain karena bayi BBLR terutama yang kurang bulan, adalah:
a.       Usia sel darah merahnya lebih pendek
b.      Pembentukan sel darah merah yang lambat
c.       Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh
d.      Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan laboratorium yang sering.
e.       Deposit vitamin E yang rendah.

8.      Sistem Imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, seringkali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi daripada bayi cukup bulan.

9.      Sistem Perkemihan
Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem perkemihannya, dimana ginjal bayi tersebut karena belum matang maka tidak mampu untuk mengelola air, elektrolit dan asam-basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat-obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urine.

10.  Sistem Integumen
Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis dan transparan sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.

11.  Respon Orang Tua
Orang tua yang mempunyai bayi dengan BBLR umumnya akan mengalami perasaan sedih, khawatir, cemas, takut dan lainnya hal ini terjadi karena mereka memikirkan tentang keadaan bayinya.

12.  Sitem Pengelihatan
Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy of prematuruty (RoP) yang disebabkan karena ketidakmatangan retina.
(Maryunani, Anik dan Nurhayati, 2009 hal: 24-27).

2.1.8.      Resiko yang Dapat Terjadi pada BBLR
1.      Jangka Pendek
a.    Hipotermia (suhu bayi < 36,5ĀŗC akan menyebabkan bayi kehilangan energi, pernafasan terganggu, bayi menjadi sakit bahkan meninggal). Sedangkan hipotermia (suhu bayi > 37,5ĀŗC, dapat meningkatkan metabolisme dan menyebabkan dehidrasi).
b.   Hipoglikemia (kadar gula darah kurang dari normal).
c.    Paru belum berkembang
d.   Gangguan pencernaan (mudah kembung karena fungsi usus belum cukup baik).
e.    Mudah terkena infeksi (sistem imunitas bayi belum matang).
f.    Anemia (bayi kelihatan pucat oleh karena kadar hemoglobin darah rendah).
g.   Mudah ikterik.
h.   Perdarahan otak.
i.     Gangguan jantung.

2.      Jangka Panjang
a.    Gangguan pertumbuhan
b.   Gangguan perkembangan
c.    Gangguan penglihatan (retinopati akibat prematur).
d.   Gangguan pendengaran.
e.    Penyakit paru kronik
(Maryunani, Anik dan Nurhayati, 2009 hal: 27-28).

2.1.9.      Penyulit Bayi dengan BBLR
Penyulit Bayi dengan BBLR bergantung pada beberapa faktor sebagai berikut.
1.      Usia kehamilan saat persalinan
Makin muda kehamilan, makin sulit beradaptasi dengan keadaan luar rahim sehingga terjadi komplikasi yang makin besar.
2.      Afiksia/Iskemia Otak
Dapat terjadi nekrosis dan perdarahan
3.      Gangguan Metabolisme
Menimbulkan asidosis, hipoglikemia, dan hiperbilirubinemia.
4.      Mudah terjadi infeksi
Mudah terjadi sepsis dan meningitis
5.      Bila bayi dengan berat badan lahir rendah dapat diatasi, masih perlu dipertimbangkan kelanjutan penyulit, yaitu gangguan pancaindra, gangguan sistem motorik saraf pusat, dapat terjadi hidrosefalus, paralisis serebral.
(Manuaba, IBG 2010 hal: 440).

2.1.10.  Penanganan BBLR
Yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan dan siap sedia dengan tabung oksigen. Pada bayi prematur makin pendek masa kehamilan, makin sulit dan banyak persoalan yang akan dihadapi, dan makin tinggi angka kematian perinatal. Biasanya kematian disebabkan oleh gangguan pernafasan, infeksi, cacat bawaan, dan trauma pada otak.
1.      Mempertahankan Suhu dengan Ketat
BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan dengan ketat dan diatur sesuai suhu lingkungan. Bayi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu yang diatur:
·         Bayi berat badan dibawah 2 kg 350 C
·         Bayi berat badan 2 kg – 2,5 kg 340 C
·         Suhu inkubator diturunkan 10 C setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada suhu sekitar 24-270 C.

Ƙ  Penggunaan inkubator lebih sering digunakan, karena:
·         Dapat mempertahankan suhu udara
·         Dapat mengatur kelembaban udara
·         Dapat memberikan lingkungan dengan oksigen yang cukup.

Ƙ  Tindakan umum yang digunakan untuk mencegah hipotermi:
·         Mengeringkan tubuh bayi, segera setelah lahir dengan handuk atau kain yang hangat.
·         Menyelimuti bayi terutama bagian kepala dengan kain yang kering (bayi dibungkus kain hangat dan kepalanya diberi topi).
·         Meletakkan bayi di lingkungan/ruang yang hangat (suhu ruangan tidak kurang dari 25ĀŗC).
·         Memastikan tangan selalu hangat pada saat memegang bayi.
·         Mengganti handuk, selimut, kain, popok, bedong yang basah dengan kain bersih, kering dan hangat.
(Maryunani, Anik dan Nurhayati, 2009 hal: 35).

Ƙ  Metode Kangguru
Pertama kali diperkenalkan oleh Rey dan Martinez dari Columbia pada tahun 1979. Prinsip dasar metode kangguru adalah mengganti perawatan BBLR dalam inkubator yaitu apabila fasilitas inkubator dan tenaga kesehatan kurang karena keterbatasan inkubator seperti memerlukan tenaga listrik dan memudahkan infeksi nosokomial.
·         Pengertian: Metode kangguru merupakan perawatan BBL seperti kangguru dalam kantung ibunya, menggunakan suhu tubuh ibu untuk menghangatkan bayinya, disebut juga perawatan skin to skin
·         Bertujuan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas BBLR serta menurunkan rujukan BBLR ke RS.
·         Manfaat metode kangguru: Bagi bayi (mengurangi pemakaian kalori bayi, memperlama waktu tidur bayi, meningkatkan hubungan kedekatan bayi dan ibu, mengurangi kejadian infeksi, menstabilkan suhu bayi, menaikkan berat badan bayi dll). Bagi ibu (mempermudah pemberian ASI dan pelaksanaan IMD, meningkatkan produksi ASI, meningkatkan rasa PD ibu, meningkatkan kasih sayang ibu dengan bayi dan memberikan pengaruh psikologis berupa ketenangan pada ibu dan keluarga). Bagi RS/klinik (efesiensi tenaga kerja karena ibu dapat merawat bayinya sendiri, mempersingkat lama perawatan bayi di RS dan efesiensi anggaran karena penggunaan fasilitas).
·         Kriteria Bayi antara lain bayi dengan berat badan lahir kurang lebih 1800 gram atau antara 1500-2500 gram, bayi prematur, bayi yang tidak terdapat kegawatan pernafasan dan sirkulasi, bayi mampu bernafas sendiri, bayi yang tidak terdapat kelainan bawaan yang berat, suhu tubuh bayi stabil (36,5-37,5 ĀŗC).
·         Hal-hal yang harus diperhatikan yaitu posisi (skin to skin posisis bayi tegak, kepala miring ke kiri atau ke kanan). Pada bayi berat badan lahir sangat rendah < 1000 gram metode kangguru ditunda sampai usia 2 minggu atau sampai keadaan bayi stabil. Nutrisi (waktu yang optimal untuk memulai pemberian ASI tergantung pada masa kehamilannya). Dukungan (dukungan yang diberikan kapada ibu terutama dukungan fisik, emosional dan edukasi, yang sewaktu hamil sebaiknya ibu telah mendapatkan informasi tentang betapa pentingnya metode kangguru). Pemulangan (tergantung pada kesehatan bayi secara menyeluruh dalam kondisi baik dan ibu mampu merawat bayinya). Harus ada konseling dan inform konsen terlebih dahulu.
(Maryunani, Anik dan Nurhayati, 2009 hal: 35-37).

2.      Makanan bayi berat lahir rendah
Umumnya bayi prematur belum sempurna refleks menghisap dan batuknya, kapasitas lambung masih kecil, dan daya enzim pencernaan, terutama lipase masih kurang. Maka makanan diberikan dengan pipet sedikit-sedikit namun lebih sering. Sedangkan pada bayi small for date sebaliknya kelihatan seperti orang kelaparan, rakus minum dan makan, yang harus diperhatikan adalah terhadap kemungkinan terjadinya pneumonia aspirasi.
(rustam, 1998 hal 450).

3.      Mencegah infeksi dengan ketat
BBLR sangat retan akan infeksi. Perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.

4.      Pemberian O2
Pemberian O2 untuk bayi ini harus dikendalikan dengan seksama. Konsentrasi yang tinggi dalam masa yang panjang akan menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan pada retina bayi sehingga menimbulkan kebutaan. Bisa diberikan melalui kateter hidung.

5.      Pengawasan Nutrisi / ASI
Reflek menelan BBLR belum sempurna. Oleh sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat
·         Reflek hisap baik – ASI ½ jam setelah lahir
·         Reflek hisap lemah ASI khusus dengan sonde.

Ƙ  Mengutamakan pemberian ASI adalah hal yang penting karena:
a.    ASI mempunyai keuntungan yaitu kadar protein tinggi, laktalbumin, zat kekebalan tubuh, lipase dan asam lemak esensial, laktosa dan oligosakarida.
b.    ASI mempunyai faktor pertumbuhan usus, oligosakarida untuk memacu motilitas usus dan perlindungan terhadap penyakit.
c.    Dari segi psikologis, pemberian ASI dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.
d.   Bayi kecil/berat rendah rentan terhadap kekurangan-kekurangan nutrisi, fungsi organnya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit sehingga pemberian ASI atau nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang yang optimal bagi bayi.
(Maryunani, Anik dan Nurhayati, 2009 hal: 28).

6.      Penimbangan Ketat
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
(Prawirohardjo, 2006 hal: 377).

2.1.11.  Upaya Mencegah Terjadinya Persalinan BBLR
Upaya mencegah terjadinya persalinan bayi berat lahir rendah, yaitu:
1.      Upayakan agar melakukan asuhan antenatal yang baik, segera melakukan konsultasi- merujuk penderita bila terdapat kelainan.
2.      Meningkatkan gizi masyarakat sehingga dapat mencegah terjadinya persalinan dengan BBLR
3.      Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana
4.      Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau tirah baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari keadaan normal kehamilan
5.      Tingkatkan kerja sama dengan dukun beranak yang masih mendapat kepercayaan masyarakat.
(Manuaba, IBG 2010 hal: 440).

2.2.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR
Faktor- faktor yang berhubungan dengan dengan kejadian BBLR , yaitu:

2.2.1.      Umur Ibu
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan bagi seorang ibu, sehingga diperlukan kesiapan yang matang untuk menghadapinya termasuk kecukupan umur ibu. Kuti (1994) dalam Srimalem (1998) mengatakan umur ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu tua (lebih dari 35 tahun) cenderung meningkatkan frekuensi komplikasi selama kehamilan dan persalinan. Hasil penelitian terhadap 632 ibu hamil diperoleh kejadian BBLR pada ibu hamil yang berusia 10-19 tahun dan 36-45 tahun menunjukkan kejadian BBLR yang tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain (Artikel: Agnesa, Adnan. Bayi Berat Lahir Rendah. Tahun 2011).
Umur ibu kurang dari 20 tahun menunjukkan bahwa rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan sempurna. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan persalinan, sedangkan usia lebih dari 35 tahun menyebabkan kesehatan dan keadaan rahim sudah tidak sebaik usia 20-35 tahun sehingga dapat menimbulkan persalinan yang lama dan perdarahan pada saat persalinan sehingga meningkatkan resiko terjadinya gangguan perkembangan pada janin, namun apabila didukung oleh status gizi yang baik pada ibu hamil dan dilakukan pemeriksaan kehamilan dengan teratur serta perkembangan janin dapat dipantau maka bayi lahir dengan BBLR dapat dicegah (Abrita, 2012).

2.2.2.      Paritas
Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin selama kehamilan maupun melahirkan. Dalam studinya, Sorjoenoes (1993) dalam Srimalem (1998), di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ditemukan bahwa prevalensi kejadian BBLR berfluktuatif dengan bertambahnya paritas yakni 46,79% untuk primipara, 30,43% untuk multipara dan 37,05% untuk grande multipara.
Paritas lebih dari 4 menyebabkan kondisi rahim yang sudah lemah dan elastisitasnya yang berkurang sehingga perkembangan janin di dalam rahim ibu dapat terganggu, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah dan perdarahan pada saat persalinan sulit dicegah (Abrita, 2012). Berdasarkan penelitian Hanifa (2004) di RS Koja Jakarta Utara diketahui bahwa kasus BBLR banyak terjadi pada primipara yaitu sebesar 62,4%, dibandingkan dengan multipara (37,6%). Hal ini dikarenakan fungsi organ pada kahamilan multipara lebih siap dalam menjaga kehamilan dan menerima kahadiran janin dalam kandungan.
(Artikel: Agnesa, Adnan. Bayi Berat Lahir Rendah. Tahun 2011).



2.2.3.      Jarak Kehamilan
Pengaturan jarak kehamilan pertama dan kedua bertujuan menjaga supaya jarak antar kehamilan tidak terlalu dekat atau terlalu jauh. Seringkali kali dijumpai seorang ibu yang baru beberapa bulan melahirkan ternyata sudah hamil lagi, biasanya ini tidak direncanakan oleh pasangan suami istri. Jika sudah demikian, maka wanita tersebut harus ekstra dalam menjaga kehamilannya.
Menurut dokter kandungan, jarak aman kehamilan antara 9 bulan sampai 24 bulan dan di atas itu lebih baik lagi. Namun sebaiknya jarak kehamilan pertama dan kedua juga tidak terlalu jauh yaitu jangan lebih dari 59 bulan karena mengingat usia ibu yang semakin bertambah. Menjaga jarak antara kehamilan memiliki beberapa tujuan, di antaranya adalah:
1.      Memberikan waktu istirahat bagi tubuh wanita setelah melahirkan karena menguras banyak sekali tenaga. Setelah melahirkan wanita membutuhkan waktu istirahat yang banyak untuk mengembalikan otot-otot tubuhnya seperti semula.
2.      Untuk memulihkan organ kewanitaan wanita setelah melahirkan. Rahim wanita setelah melahirkan, beratnya menjadi 2 kali lipat dari sebelum hamil. Untuk mengembalikannya ke berat semula membutuhkan waktu sedikitnya 3 bulan, itu pun dengan kelahiran normal. Untuk kelahiran dengan cara caecar membutuhkan waktu lebih lama lagi.
3.      Menyiapkan psikologi wanita sebelum hamil lagi. Wanita biasanya mengalami trauma pasca melahirkan karena rasa sakit saat melahirkan atau saat dijahit. Ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat wanita siap lagi untuk hamil dan melahirkan.
4.      Bagi wanita dengan riwayat melahirkan secara Caesar, bayi lahir cacat, pre eklamsia, dianjurkan untuk memberi jarak antar kehamilan yang cukup. Karena mereka memiliki resiko lebih besar daripada wanita dengan riwayat kelahiran normal. Menurut dokter, resiko melahirkan lebih besar pada wanita usia di atas 35 tahun. Karena usia terbaik melahirkan adalah 20 smpai 30 tahun.
5.      Supaya bayi yang sudah lahir mendapatkan ASI eksklusif dari ibunya, ini tidak dapat dilakukan jika sang ibu hamil lagi. Sekalipun bisa, kualitas air susu ibu sudah berubah gizinya.
(Artikel: Isa, Noor. Jarak Aman Antar Kehamilan. 28 Maret 2011).

2.2.4.      Frekuensi Kunjungan ANC
Tujuan Asuhan Antenatal adalah yaitu untuk memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan janin, mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan kandungan, mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin, mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Ekslusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
Kebijakan program menurut WHO frekuensi kunjungan ANC paling sedikit dilakukan 4 kali selama masa kehamilan yaitu :
1.         Satu kali pada trimester pertama (0-12 minggu)
2.         Satu kali pada trimester kedua (13-27 minggu)
3.         Dua kali pada trimester ketiga (28-40 minggu)
Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika haid terlambat satu bulan dan dianjurkan periksa khusus bila ada keluhan. (Saifuddin, 2006. hal: 90).

2.2.5.      Kadar Hb
Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2006. hal : 281).
Status gizi ibu juga dapat diketahui dengan pengukuran secara laboratorium terhadap kadar Hb darah, bila kurang dari 11 gr % maka ibu hamil tersebut menderita anemia. Beberapa akibat anemia gizi pada wanita hamil dapat terjadi pada ibu dan janin yang dikandungnya. Anemia pada ibu hamil akan menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigenasi utero plasenta. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang rendah.
(Artikel: Grahacendikia, 3 maret 2011).

2.2.6.      Riwayat Penyakit
Oesman Syarif (2004) dalam penelitiannya mengenai kejadian BBLR pada Rumah Sakit di Kabupaten Serang dan Tangerang memperoleh hasil bahwa ibu hamil dengan penyakit penyerta misalnya trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut kemungkinan memiliki resiko terjadinya BBLR 6,8 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan ibu hamil tanpa penyakit penyerta (Artikel: Agnesa, Adnan. Bayi Berat Lahir Rendah. Tahun 2011).
Dari 100 kehamilan yang mencapai minggu ke-20, kurang dari 2 akan menghasilkan bayi lahir dalam keadaan meninggal atau kematian bayi dalam bulan pertama kehidupannya. Penyebabnya agak kompleks. Lebih dari 30% kejadian penyebabnya tidak diketahui, meskipun sebagian besar bayi dilahirkan prematur atau dengan BBLR, pada saat dilahirkan. Sekitar 15% kematian terjadi karena antepartum haemorrhage, dan jumlah yang sama dari bayi kelainan bentuk. Hampir 6% terjadi karena hipertensi kehamilan, dan jumlah yang sama karena penyakit yang diderita ibu (Derek Llewelynn-Jones, 2005 hal: 349).


DAFTAR PUSTAKA


(Agnesa, Adnan. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). 2011. http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/05/bayi-berat-badan-lahir-rendah-bblr.html).  [15/04/12].
(Anonim. Angka Kematian Ibu Di Asia Tenggara Paling Tinggi Di Dunia. 11 september 2008. ( http://akuindonesiana.wordpress.com/2008/09/11/angkakematian-ibu-di-asia-tenggara-paling-tinggi-di-dunia/). [10/04/12]
(Anonim. Angka Kematian Bayi Indonesia Masih Tinggi di ASEAN. Minggu, 30 Oktober 2011 07:03 WIB. (http://metrotvnews.com/read/news/2011/10/30/69969/Angka-Kematian-Bayi-Indonesia-Masih-Tinggi-di-ASEAN). [10/04/12]
Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok : Bagian Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Basuki, Bastaman. (2000). Aplikasi Metode Kasus-Kontrol. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
(Depkes RI. Tabel profil kesehatan prov.jabar tahun 2007 oleh dinkes prov jabar bandung. Tahun 2008. (http://www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20jabar%202007.pdf) [14/04/12].
(Grahacendikia. Hubungan Antara Riwayat Kesehatan, Kadar Hemoglobin Dan Status Gizi Ibu Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah. 3 Maret 2011. (http://grahacendikia.wordpress.com/2011/03/03/hubungan-antara-riwayat-kesehatan-kadar-hemoglobin-dan-status-gizi-ibu-dengan-kejadian-berat-badan-lahir-rendah). [15/04/12].
(Grehenson, Gusti. Menkes: Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Jadi Program Prioritas Tahun 2009. 24 Mei 2008. (http://ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1368). [14/04/12]
(Isa, Noor. Jarak Aman Antar Kehamilan. 28 Maret 2011. ( http://kehamilan.org/wawasan-kehamilan/jarak-aman-antar-kehamilan/). [15/04/12].
(Jones, Derek Llewellyn .(2009). Setiap Wanita, Panduan Terlengkap tantang Kesehatan, Kebidanan dan Kandungan. Jakarta: Delapratasa Publishing.
Lameshow, Stanley.et.al. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Manuaba,Ida Ayu Chandranita.et.al. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC
Maryunani, Anik dan Nurhayati. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus. Jakarta: TIM.
Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta : EGC.
Murti, Bhisma. (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Notoatmojo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

................................ (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip dasar. Jakarta : Rineka Cipta.
(Ryan, Gambaran Pengetahuan Ibu-ibu yang Memiliki Bayi Usia 0-12 Bulan Tentang Diaper Rash. Minggu, 11 Maret 2012. (http://www.ktiskripsi.net/2012/03/gambaran-pengetahuan-ibu-ibu-yang.html). [30/03/12]
Sabri, Luknis dan Sutanto, P.H. (2006). Statistik Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Saepudin, Malik. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat. Jakarta: TIM.
Saifuddin, A.B.et.al. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Saifuddin, A.B.et.al. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Santoso, Singgih. (2004). SPSS Versi 10. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Siregar, Syofian. (2010). Statistika Deksriptif untuk Penelitian Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Sinclair, Constance. (2010). Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC.
Sugianto.et.al. (2001). Teknik Sampling. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.
Supariasa, I.D.N.et.al. (2001). Penilaian Status Gizi.  Jakarta : EGC.
Syafrudin.et.al. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk Mahasiswa Kebidanan . Jakarta: TIM.
(Wijaya, A.M. Tahun 2011. Kondisi Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKBAL). (http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92:kondisi-angka-kematian-neonatal-akn-angka-kematian-bayi-akb-angka-kematian-balita-akbal-angka-kematian-ibu-aki-dan-penyebabnya-di indonesia&catid=40:data&Itemid=54). [15/04/12]
(Zaenab. Beberapa Faktor Resiko Kejadian BBLR di Rumah Sakit Al-Fatah Ambon Periobe Januari-Desember Tahun 2006. 2008. (http://blogjoeharno.blogspot.com/2008/05/berat-badan-lahir/reĆ®Dah-¦blv.(pmh). [15/04/12]

­