Minggu, 01 Juni 2014

Penilaian Status Gizi Secara Biokimia


TUGAS PENILAIAN STATUS GIZI
Metode Biokimia






OLEH:
Nama : Nur Rachamatur Rauufah
NIM  : 113213086

Program Kesmas Non Regular Kelas A





SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL AHMAD YANI CIMAHI
2013



PENILAIAN STATUS GIZI SECARA BIOKIMIA

PEMERIKSAAN ZAT GIZI SPESIFIK

  1. Kurang Energi Protein (KEP)
Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil metabolit dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama urin. Jenis protein yang menggambarkan status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum protein dan serum Albumin.

Tabel. Nilai Prealbumin dalam kaitannya dengan Status Gizi
Status gizi
Nilai prealbumin µg/dl
Baik*)
Gizi sedang*)
Gizi kurang*)         Marasmus**)
Gizi buruk*)           Marasmus-Kwashiorkor*)
                                                 **)
                                Kwashiorkor**)
23.8 +/-0.9
16.5 +/- 0.8
12.4 +/- 1.0
7.6 +/- 0.6
3.3 +/- 0.2
3.2 +/- 0.4
Keterangan :
*) Menurut klasifikasi Waterlow
**) Menurut klasifikasi Welcome

Tabel. Batasan dan Interpretasi Kadar Serum Protein dan Serum Albumin
No
Senyawa & satuan
Umur (tahun)
kriteria
Kurang
Margin
Cukup
1
Serum Albumin (gr/100 ml)
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
-
-
-
<2.8
<3.0
<2.5
<3.0
<3.5
2.8-3.4
3.0-3.4
2.5+
3.0+
3.5+
3.5+
3.5+
2
Serum Protein (gr/100 ml)
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
-
-
-
6.0
5.5
<5.0
<5.5
<6.0
6.0-6.4
5.5-5.9
5.0+
5.5+
6.0+
6.5+
6.0+

  1. Kurang Vitamin A (KVA)
Tabel Penentuan Masalah Kesehatan Masyarakat (KVA)
Indikator yang digunakan
Batas Prevalensi
Plasma Vitamin A >= 10 µg/dl
Liver Vitammin A >= 5 µg/dl
>=5%
>=5%

Analisis vitamin A melalui sampel darah:
Ø  Serum retinol
Kadar serum retinol menggambarkan status vitamin A hanya ketika cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam tingkat berat (<0,07 µmol/g hati) atau berlebihan sekali (>1,05 µmol/g hati). Serum retinol merupakan indikator yang sering digunakan untuk penentuan tingkat KVA pada populasi karena banyak laboratorium yang mampu menganalisisnya dan ini merupakan indikator biokimia status vitamin A  terbaik.
Ø  Serum Retinol Binding Protein (RBP)
RBP adalah protein transpor spesifik vitamin A, dinamakan holo RBP ketika berikatan dengan retinol, sedangkan bila tidak ada ikatan dinamakan apo-RBP. Bila cadangan hati menurun, yang timbul pada tingkat akhir defisiensi vitamin A. Konsentrasi serum RBP dapat menggambarkan konsentrasi serum retinol dan karena itu mungkin dapat digunakan untuk indikator status vitamin A. Penentuan RBP lebih mudah dibandingkan dengan penentuan serum retinol.
-          Pertama karena RBP adalah protein, yang dapat dideteksi dengan penentuan imunologi, yang lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan dengan analisis serum retinol HPLC. Penentuan RBP dapat menggunakan prosedur radioimmunoassay (RIA) yang spesifik dan sensitive di mana RBP berikatan dengan radioactively labeled antibodies. Alternatif lain, menggunakan tes secara cepat yang baru yaitu Enzyme immunoassay (EIA). Hasil uji menunjukkan RBP EIA berhubungan secara bermakna dengan serum retinol yang dianalisis dengan HPLC.
-          Kedua penanganan serum lebih mudah karena RBP lebih stabil dibandingkan dengan retinol, tidak sensitif terhadap cahaya dan kurang sensitif terhadap temperatur, lebih stabil selama dalam kotak pendingin.
-          Ketiga, analisis RBP memerlukan amat sedikit serum 10-20 L darah vena yang dapat diambil dari jari.
Ø  Serum retinyl ester
Pada orang yang sehat, kandungan retinyl ester kurang dari 5 persen dari total vitamin A pada serum orang berpuasa. Pada kondisi kapasitas penyimpanan vitamin A berlebih, misalnya setelah mengasupan vitamin A dalam jumlah besar (Hypervitaminosis) atau pada penyakit hati, vitamin A dalam sirkulasi darah berupa retinyl ester dan kemudian meningkatkan kadar retinyl ester dari darah yang diperiksa. Batas untuk menggambarkan hypervitaminosis adalah bila retinyl ester >10 persen dari total vitamin A. Untuk menentukan kadar retinyl ester diperlukan darah saat berpuasa karena konsentrasi retinyl ester naik setelah mendapat asupan vitamin A. Pengukuran konsentrasi retinyl ester dalam serum yang paling baik adalah dengan fase normal dari HPLC, saat di mana kadar rendah serum puasa dapat diukur bersamaan dengan kadar serum retinol.
Ø  Serum karotenoid
Komponen utama dari serum karoten adalah β-karoten (β-carotene), likopen (lycopene) dan beberapa karotenoid. Diketahui beberapa faktor non-gizi berpengaruh pada konsentrasi serum karoten, faktor tersebut adalah umur, jenis kelamin, asupan alkohol, status fisiologis, indeks massa tubuh dan musim. Merokok juga mungkin mempengaruhi hubungan antara asupan β-karoten dan kadar serum β-karoten.
Ø  Metode stable isotope  dan cadangan  total vitamin A
Prosedur isotop dilution hanyalah metode yang mengukur secara kuantitatif cadangan vitamin A di dalam hati. Yang dilakukan adalah memberi secara oral tetradeuterated vitamin A. Pemberian isotop memungkinkan untuk seimbang dengan cadangan vitamin A di dalam tubuh, kemudian dilakukan pengambilan darah dan rasio dari komponen deurated dan non-deuterated diukur dengan spektrofotometri. 
Ø  Relative dose response (RDR)
Konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikator  terbaik untuk  status vitamin A tubuh. Namun, untuk menentukan vitamin A dengan biopsi langsung pada orang sehat adalah hal yang tidak mungkin dilakukan. Metode RDR dapat digunakan untuk menduga cadangan vitamin A dalam hati karena itu dapat mengidentifikasi seseorang dengan defisiensi vitamin A marginal. Tes ini didasarkan pada observasi bahwa selama terjadi kekurangan vitamin A, cadangan dalam hati menurun, Relative Dose Response (RDR) test, dikembangkan oleh Underwood et al, telah dibuktikan sebagai indikator yang baik untuk menentukan status vitamin A. Setelah diberi vitamin A yang dilarutkan dalam minyak, konsentrasi dari retinol plasma (R) meningkat setelah lima jam pada tingkat yang paling tinggi pada anak yang mempunyai status vitamin A kurang atau marginal dibandingkan dengan mereka yang status vitamin A nya cukup. Prosedur ini telah divalidasi dengan menghitung nilai persentase RDR pada cadangan vitamin A dalam hati yang ditentukan dengan biopsi. Kelemahan utama dari penggunaan prosedur ini dalam penggunaan di lapangan adalah memerlukan pengambilan darah dua kali, dengan interval waktu 5 jam.
Ø  MRDR (Modified Relative Dose Response)
Penentuan MRDR didasarkan pada prinsip yang benar-benar sama dengan RDR. Prinsip MRDR: selama terjadi penurunan vitamin A apo-RBP  berakumulasi dalam hati. Dengan pemberian test dose,  3,4 didehydroretinyl acetate (vitamin A2) akan muncul setelah  4-6 jam dalam serum terikat pada RBP sebagai  3,4 didehydroretinol (DR). Menurut Tanumihardjo 1999, MRDR test akan menghasilkan perbedaan yang lebih jelas dibandingkan dengan konsentrasi serum retinol saja dan hasil secara statistik lebih kuat dan lebih baik dalam menjelaskan penjelasan status vitamin A pada populasi.
MRDR tes hanya memerlukan satu pengambilan darah Sebagai ganti dari pemberian retinyl acetate, digunakan pemberian sejumlah kecil 3,4-didehydroretinyl acetate. Setelah tiga hingga delapan jam setelah pemberian 3,4-didehydroretinyl acetate sebagai test dose, rasio dari  didehydroretinol (DR) pada Retinol (R) dalam plasma secara proporsional kebalikannya terhadap cadangan vitamin A dalam hati yang berada pada batas kekurangan dan marginal (kurang dari 0.07 micromol/g hati). MRDR rasio memberi gambaran status vitamin lebih baik dibandingkan dengan serum retinol. Hasil tes dari RDR dan MRDR menunjukkan indikasi batas marginal atau penurunan cadangan vitamin A dalam hati sama dengan yang ditunjukkan oleh konsentrasi serum retinol.

  1. Anemia Gizi Besi (AGB)
Beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi, yaitu:
-    Hemoglobin (Hb)
-    Hematokrit
-    Besi serum
-    Ferritin serum (Sf)
-    Transferring saturation (TS)
-    Free erycytes protophophyrin (FEP)
-    Unsaturated iron-binding capacity serum
Anemia gizi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Prevalensi anemia paling tinggi pada ibu hamil (70%) dan pekerja berpenghasilan rendah (40%). Pada anak sekolah sekitar 30% dan pada anak balita sekitar 40%.
Tabel. Batasan Hemoglobin Darah
Kelompok
Batas nilai Hb
Bayi / balita
Usia sekolah
Ibu hamil
Pria dewasa
Wanita dewasa
11 g/dl
12 g/dl
11 g/dl
13 g/dl
12 g/dl

Tabel. Batasan Anemia (Menurut Depkes)
Kelompok
Batas Normal
Anak balita
Anak Usia sekolah
Wanita dewasa
Laki-laki dewasa
Ibu hamil
Ibu menyusui > 3 bulan
11  gram %
12  gram %
12 gram %
13  gram %
11 gram %
12 gram %

  1. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
GAKY adalah rangkaian kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa, sering dengan kadar hormon rendah, angka lahir dan kematian bayi meningkat. Disamping itu ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar Tyroid Stimulating Hormone (TSH dalam darah) dan mengukur ekskresi yodium dalam urine.
Prosedur penentuan kadar yodium dalam  urine dengan metode Cerium adalah sebagai berikut :
  1. 10 ml urin didestruksi (pengabuan basah) dengan penambahan 25 ml asam klorat 28% dan 1 ml kalium kromat 0.5 %.
  2. Panaskan diatas hotplate sehingga volume larutan menjadi kurang dari 0.5 ml. Larutan ini diencerkan dengan air suling sehingga volume larutan menjadi 100 ml.
  3. Dari larutan terakhir ini dipipet 3 ml, kemudian ditambahkan 2 ml asam arsenit 0.2 N; lalu didiamkan selama 15 menit.
  4. Ke dalam tiap larutan kemudian ditambahhkan 1 ml larutan cerium (4+) ammonium sulfat 0.1 M; dikocok kembali didiamkan selama 30 menit. Absorpsi dilakukan pada panjang gelombang 420 nm.
Kurva standar dibuat dengan cara yang sama seperti di atas pada kadar yodium 0.01; 0.02; 0.03; 0.04; dan 0.05 ppm. Larutan standar induk yang berkadar 100 ppm dibuat dengan melarutkan 0.0168 g KIO3 dalam 100 ml air suling.Karena kadar yodium dalam urin dinyatakan dalam mg 1 per g kreatinin, maka diukur pula kadar kreatinin urin dengan cara sebagai berikut :
  1. 0.1 ml urin yang telah diencerkan 100 kali ditambahkan 4 ml H2SO4 1/12  N dan 0.5 ml natrium tungstat.
  2. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit lalu dipusing selama 10 menit.
  3. Supernatan dipisahkan lalu ditambahkan 0.5 ml larutan campuran 1 ml asam pikrat 10% dan 0.2 ml NaOH 10%.
  4. Setelah didiamkan selama 15 menit, absorpsi larutan dibaca pada panjang gelombang 520 nm.
Standar kreatinin dengan konsentrasi 1 mg dikerjakan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar yodium per g kreatinin : jiak diketahui konsentrasi yodium A µg/l urin dan kadar kreatinin B g/l. maka kadar yodium A/B µg/g kreatinin.
Defisiensi yodium merupakan penyebab dominan gondok endemik yang diklasifikasikan menurut ekskresi yodium dalam urin (µg/gr kreatinin), antara lain :
  • Tahap 1 : gondok endemik dengan rata-rata >50 µg/gram kreatinin dalam urin. Pada
    keadaan ini suplai hormon tyroid cukup untuk perkembangan fisik dan mental
    yang normal.
  • Tahap 2 : gondok endemik dengan rata-rata 25-50 µg/gram kreatinin dalam urin. Pada
    kondisi ini sekresi hormon tyroid boleh jadi tidak cukup, sehingga menanggung
    resiko hypotyroidisme, tettapi tidak sampai ke kreatinisme.
  • Tahap 3 : gondok endemik dengan rata-rata ekskresi yodium dalam urin kurang dari
    25mg/gram kreatinin. Pada kondisi ini populasi memiliki resiko menderita
    kreatinisme.

  1. Obesitas
Di negara maju, penentuan lemak dalam tubuh dilakukan denganmenggunakan Bio – Impedance analisis (BIA) untuk mengukur prevalensi massa lemak / FM (%) dan massa lemak bebas/ FFM (kg). Berikut adalah cara mengukurnya:
Segal (S) menggunakn BIA, memvalidasi pada populasi kulit putih dan hitam :
FFMs={3.43+(0.45xH2/Z100)+0.14xW}/0.74
Kemudian Desport merumuskan :
FM (%) = 100 X ( 4.95/ D-4.5 )
Zillikens (Z) menghitung FFM dengan acuan tinggi dan berat badan :
FFMz (kg) = {3.751+ (0.59xH2/Z50)}/0.74

Druenberg (D), membedakan berdasarkan sex/kelamin :
FFMo =3.9 + (0.672 x H2/Z50) + ( 3.1 x sex )
Keterangan:
Z50 : Start pengukuran dengan Bio-impedance meter pada 50KHz
H : tinggi (m)
W : Berat badan (kg)
Sex : laki – laki =1, wanita = 0
D : faktor Durenberg
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PEMERIKSAAN BIOKIMIA
v  Keunggulan
Pemeriksaan biokimia bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain dalam penentuan status gizi memiliki keunggulan-keunggulan antara lain :
1.      Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini
2.      Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih obyektif, hal ini karena menggunakan peralatan yang selalu ditera dan pada pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli
3.      Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian status gizi
v  Kelemahan
Selain memiliki keunggulan, pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan, diantaranya :
1.      Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme
2.      Membutuhkan biaya yang   cukup mahal
3.      Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan tenaga ahli
4.      Kurang praktis dilakukan dilapangan, hal ini karena pada umumnya pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan yang tidak mudah dibawa kemana-mana.
5.      Pada pemeriksaan tertentu spesimen sulit untuk diperoleh, misalnya penderita tidak bersedia diambil darahnya.
6.      Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
7.      Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal). Pada beberapa reference nilai normal tidak selalu dikelompokkan menurut nkelompok umur yang lebih rinci.
8.      Dalam beberapa penentuan pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan laboratorium yang hanya terdapat dilaboratorium pusat, sehingga didaerah tidak dapat dilakukan.

Sumber:
-   Supriasa,IDN dkk. (2001). “Penilaian Status Gizi”. Jakarta : EGC
-   Anonim.“Obesitas”. Diakses 17 Oktober 203, 14:48. http://yunita3504.wordpress.com/obesitas/
-   “Penilaian Status Gizi Secara Biokimia“. 26 Desember 2009. Diakses 16 Oktober 2013, 15:13. http://hasanah619.wordpress.com/2009/12/26/penilaian-status-gizi-secara-biokimia/
-   Anliyanah.“Penilaian Biokimia Status Besi (Fe)”. April 2012, 9:18 AM. Diakses 14 Oktober 2013, 18:09. http://auliya-0210.blogspot.com/2012/04/penilaian-biokimia-status-besi-fe.html

-   Permaesih,Dewi. “Penilaian Status Vitamin A secara Biokimia”. Februari 2008. Diakses 14 Oktober 2013, 17:50. www.persagi.org

1 komentar:

  1. say ini bisa dikirim ke email aku gak ? aku boleh minta file kamuh yg ini gak say?

    BalasHapus